Banjir Menguras Hati
Makassar, 14 maret 2012
Akhirnya,,,setelah
25 tahun, kini Aku rasakan juga malam pertamaku kebanjiran....Memang sungguh
ironis, jika mengingat bahwa di kampung halamanku, beberapa tahun belakangan
ini mengalami kekeringan. Sedangkan di sini di tempat tinggalku sekarang, air
begitu melimpah. Ada apa sebenarnya, mengapa belahan bumi ini terasa begitu tak
seimbang, tidak normal, tidak stabil ?
Masih
banyak pertanyaan yang berkecamuk di dalam dada, membuat suasana hatiku keruh,
memaksa otakku berpikir mencari solusi. Tak mungkin Aku akan betah di sini jika
keadaan akan terus begini. Banjir ternyata suatu momok yang menakutkan. Selama
ini aku hanya mengetahui banjir dari bacaan, berita. Tapi malam ini, kini aku
mengalaminya sendiri.
Pengalaman,,,bagaiman
aku harus mendenefisikannya? Aku tak bisa menbedakan apakah ini pengalaman
baik, pengalaman seru, pengalaman menantang, atau bahkan pengalaman buruk.
Sekali lagi aku hanya menghela nafas, membiarkan air masuk semakin membanjiri
rumahku. Rumah kontrakan sempit tak menyisakan satu kamar lagi untukku, yang
ternyata rumah langganan banjir. Rumah ini dikontrak oleh kakak tertuaku, untuk
ditinggali selama 2 tahun bersama ibu dan adik. 2 TAHUN ? Tuhan,,ini baru
minggu keduaku menempati rumah “rumah sialan” ini. Itu artinya aku masih harus
tinggal di sini selama puluhan minngu lagi. Memang banjir tidak terjadi setiap
hari, tapi tetap saja akan datang setiap saat...mengingat kota ini kota pecinta
hujan.
Apa
aku harus pindah? Oh tidak, mengungsipun aku tidak mau. Sementara ibu dan adik
mengungsi ke rumah kakakku yang ketiga, Aku lebih memilih berdiam diri di sini.
Duduk dengan mengangkat kaki ke atas kursi, menggerutu berusaha menyalahkan
orang lain. Mengapa kakak begitu bodoh memilih rumah ini? Semua gara-gara ibu
yang ngotot pindah ke sini, meninggalkan kampung halaman dengan rumah yang
nyaman. Hanya karena alasan tidak tahan tinggal di kampung halaman yang jauh
dari kakak dan ponakan-ponakanku...
Oh..kampung
halamanku, kini aku merindukanmu. Maaf jika selama beberapa hari ini aku pernah
berniat tak ingin kembali lagi padamu, hanya karena sedikit kenyamanan sesaat
yang aku rasakan setelah tinggal di kota ini. Kini banjir telah merubah sudut
pandangku, aku lebih memilih di kampung halaman daripada disini yang setiap saat
harus repot gara-gara banjir. Kini tatapanku tertuju pada barang-barang
keseyangan, yang diselamatkan menumpuk ke atas meja,,,kasihan
BANJIR,,,,BANJIR,,,BANJIR.....
Sedikit
menelisik hati, ini adalah karunia Tuhan yang tetap harus disyukuri . Bahkan di saat hujan melimpah dan membanjiri. Bukankah
sejak dulu aku meminta hujan untuk membanjiri kampung halamanku? Tuhan tidak
memberiku hujan disana, akan tetapi memberiku hujan disini. Hujan yang begitu
melimpah....
Tuhan,
apapun yang Engkau mau..... karena Engkaulah Yang Maha Esa. Banjir adalah hal
kecil jika aku mampu berbesar hati. Akan tetapi akan mejadi hal besar pabila
aku berkecil hati. Aku akan belajar untuk lebih bisa bersabar’’’’’’’
Komentar
Posting Komentar